SketsaIndonesia.co.id, Serang – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten menyelenggarakan kegiatan sosialisasi sistem Online Single Submission (OSS) berbasis risiko bagi pelaku usaha di seluruh wilayah kabupaten dan kota demi meningkatkan realisasi investasi di Banten.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha kecil – menengah tentang sisstem OSS Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (RBA) sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UCCK).
Dengan memberikan kemudahan proses perizinan berusaha (easy doing business) sebagai bentuk upaya untuk mendukung program pemerintah dalam percepatan berusaha di daerah, serta menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi di Banten.
Peserta kegiatan adalah pelaku usaha yang terdiri dari beberapa sektor usaha di wilayah Kabupaten/Kota yang dianggap perlu mendapatkan informasi secara langsung.
Sebagai narasumber kegiatan sosialisasi adalah Ketua Komisi III DPRD Banten Muhammad Faizal, para pejabat fungsional DPMPTSP Provinsi Banten dan kabupaten/kota setempat.
Dalam kegiatan sosialisasi tersebut difokuskan penyampaian informasi mengenai mekanisme dan alur proses perijinan melalui system OSS RBA sebagai system perizinan berusaha berbasis resiko dan Sistem Pelayanan Perijinan Terbuka (SIPEKA) untuk ijin yang masih menjadi kewenangan provinsi oleh para narasumber, dan session tanya jawab mengenai system OSS RBA dan SIPEKA antara para peserta yang dijawab langsung oleh narasumber.
Dalam penerapan dan implementasinya saat ini, OSS RBA masih terus mengalami proses perbaikan dan peningkatan demi kesempurnaan system. Diharapkan kedepannya setelah perbaikan, system OSS dapat beroperasi dengan lancar, semua fitur terkait alur dan bisnis proses tersedia kelengkapannya dan semakin memberikan kemudahan dalam proses perizinan yang sistematis baik bagi para pelaku usaha.
Kepala DPMPTSP Provinsi Banten, Virgojanti menjelaskan Secara garis besar, PP tersebut mengatur izin usaha berdasarkan klasifikasinya. Klasifikasi pertama adalah usaha dengan risiko rendah. Jenis usaha ini cukup dengan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Klasifikasi kedua adalah usaha dengan risiko menengah – rendah. Para pelaku usaha dengan kategori ini hanya memerlukan NIB dan Sertifikat Standar (SS). Sertifikat standar merupakan dokumen perizinan berusaha berupa pernyataan dan/atau bukti pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha.
Klasifikasi ketiga adalah usaha dengan risiko menengah – tinggi. Sama halnya dengan kategori kedua, para pelaku usaha dalam kategori ini hanya memerlukan NIB dan SS sebagai dokumen izin usahanya. Sementara klasifikasi keempat adalah usaha dengan risiko tinggi. Selain mewajibkan para pelaku usahanya memiliki NIB dan SS, para pelaku usaha di kategori ini barulah diharuskan memiliki izin. Izin yang dikeluarkan berupa dokumen persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha sebelum melaksanakaan kegiatan usahanya.
Kemudahan Perizinan berusaha berbasis risiko diterapkan dalam Sistem Online Single Submission (OSS) yang dikenal dengan OSS RBA (Risk Based Approach), dimana seluruh perizinan usaha dilakukan dengan metode daring. Adapun untuk mendukung pelaksanaan OSS RBA, Pemerintah Provinsi Banten telah mengembangkan system informasi yang memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan provinsi lain. Virgojanti mengungkapkan Provinsi Banten telah menyiapkan SIPEKA dalam rangka mendukung penerapan perizinan berbasis risiko ini.
“Sistem SIPEKA yang diterapkan oleh DPMPTSP Banten telah sepenuhnya online dan paperless, dokumen izin yang diterbitkan sudah memuat tanda tangan elektronik yang dikeluarkan oleh Balai Sertifikat Elektronik. Asistensinya juga dilakukan secara online antara petugas dan pemohon. Selain itu, pelayanan perizinan di DPMPTSP Provinsi Banten telah bersertifikat ISO atau memiliki standar internasional, sehingga telah terbukti secara manajemen dan mutu,” ungkap Virgojanti.
Realisasi Investasi di Banten Triwulan III Ditengah kondisi perekonomian global yang semakin tidak menentu, pencapaian yang cukup gemilang terlihat dari realisasi investasi penanaman modal Banten.
Selama triwulan III tahun 2022 realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 10,17 triliun (naik 90,63%) dan realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 13,60 triliun (naik 54%) dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021.
Pada Triwulan III 2022, realisasi investasi tercatat mengalami peningkatan sebesar 67,81 persen dibandingkan dengan Triwulan III 2021, yang hanya sebesar Rp. 45,601 Triliun.
Capaian tersebut membuat realisasi investasi Provinsi Banten di periode januari – September 2022 baik PMA dan PMDN mencapai Rp 56,72 triliun, atau 105,26% dari target daerah tahun 2022 yaitu senilai Rp 53,90 triliun dengan jumlah proyek sebanyak 11.815 proyek dan menyerap tenaga kerja Indonesia sebanyak 43.853 pekerja.
Sebaran lokasi realisasi investasi PMA dan PMDN pada periode triwulan III 2002, tertinggi berada di Kota Cilegon, yaitu sebesar Rp. 8,28 Trilyun, dengan 515 proyek, Kabupaten Tangerang sebesar Rp. 5,41 Trilyun, dengan 1.822 proyek, Kota Tangerang sebesar Rp. 4,89 trilyun, dengan 1.203 proyek, Kabupaten Lebak sebesar Rp. 1,99 Trilyun, dengan 89 proyek dan Kabupaten Serang sebesar Rp. 1,60 Trilyun, dengan 446 proyek.
Berdasarkan sektor usaha, realisasi investasi Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran adalah sektor tertinggi dengan nilai proyek sebesar Rp. 5,90 Trilyun (24,84%), dengan jumlah proyek 254, disusul sektor Industri Kimia dan Farmasi, sebesar Rp. 5,43 Trilyun (22,84%), dengan 234 proyek, Sektor Listrik, Gas dan Air sebesar Rp. 3,16 Trilyun (13,29%), dengan 38 proyek, Jasa Lainnya sebesar Rp. 1,89 Trilyun (8,35%), dengan 525 proyek dan Perdagangan dan Reparasi sebesar Rp. 1,06 Trilyun (4,46%), dengan 1.703 proyek.
Pada periode ini, asal negara investor, tertinggi berasal dari Malaysia dengan nilai investasi sebesar Rp. 3,93 Trilyun (14,45%), kemudian Korea Selatan dengan nilai investasi sebesar Rp. 3,72 trilyun (13,69%), Singapura dengan nilai investasi sebesar Rp. 2,36 Trilyun (8,69%), Jepang dengan nilai investasi Rp. 1,04 Trilyun (3,84%), dan Inggris dengan nilai investasi sebesar Rp. 571 Milyar (2,10%).(ADV)