SketsaIndonesia.co.id, Banten – Pemprov Banten mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk menghadapi persoalan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Meskipun Banten tidak termasuk 5 Provinsi terbesar yang memiliki kasus TPPO, namun Banten menjadi perhatian khusus untuk kasus di atas.
Hal tersebut dikatakan Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar seusai menghadiri pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO), di Hotel Episode Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Rabu malam l(14/9/2022).
Acara yang mengambil tema Optimalisasi dan Penguatan Kinerja Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO di Tingkat Pusat dan Daerah itu dilaksanakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI bersama Kemenkopolhukam dan Menko PMK.
Turut hadir Menkopolhukam Mahfud Md sebagai Ketua 2 tim GT PP TPPO, Menteri PPPA Bintang Puspayoga selaku ketua harian tim GT PP TPPO, Menko PMK sebagai ketua 1 (diwakili), pejabat utama dan madya di Kementerian PPPA, Bupati Tangerang Zaki Iskandar.
Al Muktabar mengungkapkan, sebagai wilayah paling ujung Pulau Jawa, posisi Provinsi Banten menjadi sangat potensial dijadikan sebagai tempat transit maupun penyalur perdagangan orang. Namun meskipun demikian, pihaknya selalu melakukan kewaspadaan dan pencegahan terhadap potensi terjadinya kasus TPPO itu.
“Kita tahu Banten memiliki Bandara Internasional Soekarno Hatta dan Pelabuhan strategis yang menghubungkan pulau Jawa dan Pulau Sumatra yang berpotensi dijadikan tempat untuk dilakukan TPPO. Kita mempunyai berbagai instrumen aparatur yang memungkinkan dan memastikan Pemerintah hadir di sana melalui koordinasi Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) ,” katanya.
Sehingga jika ada hal yang sangat spesifik atas peristiwa perdagangan orang, Pemprov Banten sudah mempunyai instrumen untuk melakukan tindakan oleh gugus tugas tingkat daerah.
“Di tingkat Desa kita terus mendorong agar selalu aktif dalam melakukan pencegahan terhadap potensi terjadinya hal tersebut yang dikoordinir oleh gugus tugas tingkat Kabupaten/Kota. Koordinasi ini juga melibatkan partisipasi masyarakat. Sebab, segala persoalan besar, jika ditangani bersama Insya Allah akan teratasi,” jelasnya.
Sementara itu Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam sambutannya mengatakan, negara harus hadir untuk melindungi segenap anak bangsa, karena itu menjadi salah satu amanat yang tertuang dalam konstitusi kita.
“Namun sayangnya fenomena perdagangan orang saat ini sudah semakin dekat dengan kehidupan kita dengan modus beragam, terlebih dengan adanya kemajuan teknologi yang sangat cepat ini,” ucapnya.
Puspayoga melanjutkan, dalam kasus TPPO, perempuan dan anak-anak lebih mendominasi menjadi korban. Perempuan biasanya dikawinkan paksa atau dipekerjakan dengan tidak manusiawi secara ilegal. Sedangkan kepada anak-anak, biasanya kasus menimpa adopsi yang salah atau secara ilegal.
“Berdasarkan data yang dihimpun, sejak 2019-2022 terdapat 1331 korban TPPO dan 1291 atau 97 persennya terjadi pada perempuan dan anak. Angka itu merupakan fenomena gunung es dimana korban yang tidak melapor jauh lebih tinggi,” katanya.
Sementara itu Menkopolhukam Mahfud Md dalam sambutannya memaparkan, jika kasus TPPO itu merupakan kasus kemanusiaan yang kerap terjadi pada masyarakat yang secara pendidikan dan ekonomi kurang.
“Tindak pidana ini kasusnya sangat banyak terjadi dan harus menjadi perhatian kita semua baik dalam proses penanganannya maupun pencegahannya,” katanya.(**)